Pertandingan Derby Manchester pada April 2001 menjadi sorotan utama dengan terjadinya peristiwa kontroversial yang mencuat selama pertandingan itu berlangsung. Salah satu momen yang menjadi pusat perhatian adalah pelanggaran yang dilakukan oleh Roy Keane, yang hingga kini memperoleh dampak jangka panjang bagi kedua tim. Rivalitas panas antara Manchester United dan Manchester City semakin terasa ketika kejadian itu terjadi.
Derby Manchester April 2001
Pertandingan Derby Manchester April 2001 berakhir dengan skor imbang 1-1, menjadi momen bersejarah yang memengaruhi baik Manchester United maupun Manchester City secara signifikan. Bagi Manchester United, hasil ini membawa mereka lebih dekat menuju gelar ke-7 di Liga Premier, sementara bagi Manchester City, poin yang didapat menjadi penentu dalam perjuangan mereka menghindari degradasi.
Gol penyeimbang yang dicetak oleh Steve Howey untuk Manchester City tidak hanya menyamakan kedudukan tetapi juga memberikan satu poin krusial bagi timnya. Kemenangan atau kekalahan dalam pertandingan tersebut bisa menjadi perbedaan antara bertahan di divisi tertinggi atau terdegradasi, menjadikannya salah satu momen paling penting dalam sejarah City di era tersebut.
Pelanggaran Mematikan Roy Keane
Sebuah momen kontroversial yang tak terlupakan dalam Derby Manchester April 2001 adalah saat Roy Keane melakukan pelanggaran yang keras terhadap Alf-Inge Haaland, hanya empat menit sebelum pertandingan berakhir. Kejadian ini menggegerkan banyak penggemar dan memicu beragam reaksi di dunia sepak bola.
Keane tidak hanya melakukan pelanggaran itu, tetapi juga mengakui bahwa tindakannya dilakukan dengan sengaja sebagai balas dendam atas komentar Haaland mengenai “cedera palsu” Keane empat tahun sebelumnya. Tindakan balas dendam ini menimbulkan debat panas tentang etika dalam sepak bola dan memperkuat citra kontroversial Keane sebagai seorang pemain yang tegas.
Dampak dari pelanggaran tersebut pun turut dirasakan oleh Keane. Ia didenda sebesar £5,000 oleh FA pada saat itu dan diberikan larangan bermain selama lima pertandingan sebagai hukuman atas perilakunya. Kejadian ini tidak hanya merugikan Keane secara finansial, tetapi juga memperlihatkan betapa seriusnya konsekuensi dari tindakan yang melanggar aturan dalam dunia sepak bola.
Motivasi Keane untuk Balas Dendam
Pada Derby Manchester April 2001, Roy Keane masih memendam dendam dari cedera ligamen brutal yang dia alami tujuh tahun sebelumnya, di mana dia mencoba menendang Haaland. Ketika Haaland menertawakan cedera Keane dengan kata-kata “Bangun, berhenti berpura-pura,” Keane merasa dilecehkan secara pribadi.
Kepercayaan Keane pada konsep “mata ganti mata” mendorongnya untuk memberikan balasan yang dianggapnya pantas kepada Haaland, yang ia yakini telah menghina dan merendahkan martabatnya. Keterlibatan kembali dalam pertemuan Derby 2001 menjadi puncak dari motivasi Keane untuk menjadikan momen tersebut sebagai kesempatan untuk memperoleh keadilan atas insiden yang membekas dalam ingatannya.
Dampak Karier Haaland
Terkait Derby Manchester April 2001, Haaland terpaksa menjalani operasi pada lututnya yang sebelumnya cedera akibat pelanggaran kontroversial tersebut. Menariknya, Keane sebenarnya menyasar lutut yang berbeda dari Haaland. Meski awalnya Haaland menyatakan karirnya berakhir akibat tackle itu, namun kemudian ia menarik pernyataannya. Bukti medis menyiratkan dampak tidak langsung pada karier Haaland.
Dampak lintas generasi
-
Pengaruh Pembelajaran Ayah: Putra Roy Keane, Erling Haaland, dibesarkan dengan persepsi negatif terhadap Manchester United dari pengalaman ayahnya selama Derby Manchester April 2001. Hal ini memberikan dimensi psikologis yang menarik pada cara Haaland memandang klub dan rivalitasnya.
-
Memperdalam Rivalitas: Kehadiran Erling Haaland sebagai penyerang utama Manchester City menambahkan kedalaman pada persaingan antara dua klub Manchester. Sebagai pemain tengah, Haaland turut meresapi intensitas sejarah dan emosi dari tragedi tersebut, memperkaya pertandingan antara kedua tim.